Keliling Pulau Bali dalam 7 hari – Hari Ketiga ( Pantai Sanur, Tegallalang dan Panglipuran)

Tidak seperti hari biasanya, di hari ketiga ini target kita sebenarnya ada 4 tempat yang akan dikunjungi, akan tetapi berkurang satu yaitu air terjun tegenungan karena akses jalan menuju area tersebut sedang ditutup dan tidak ada akses lain kecuali menggunakan motor. Cukup mengherankan juga, mengingat pariwisata di Pulau Bali terkenal selangkah lebih maju dari kota lain di Indonesia tetapi tidak ada perencanaan cadangan apabila ada perbaikan jalan yang memakan waktu lebih dari sebulan dengan memilih akses di tutup, itupun tanpa informasi yang jelas. Lokasi air terjun tegunungan ini sebenarnya tidak jauh dari pasar sukawati sehingga cocok dikunjungi oleh wisatawan yang membawa anak kecil dengan pertimbangan medan yang tidak terlalu susah.
Perjalanan dimulai dari Pantai Sanur dimana tempat kita menginap di hari sebelumnya. Pagi hari kita sengaja bermain pasir di pantai Sanur sambil menunggu matahari terbit, tidak ada yang spesial di sini selain pantainya yang berpasir lembut sehingga cocok untuk anak-anak jika ingin bermain berguling-guling di pasir. Bagi saya pribadi yang mempunyai pengalaman digigit anak anjing sewaktu kecil, banyaknya anjing peliharaan maupun liar yang beredar bebas di kawasan pantai membuat saya cukup stress…hahahaha. Entahlah tapi saya lihat banyak warga dan turis yang tidak terganggu. Puas bermain pasir dan keliling di Pantai Sanur hingga pukul 08.00 WITA kita checkout dan lanjut perjalanan.
Karena air terjun tegenungan tutup maka ada perubahan rencana perjalanan dengan melanjutkan ke Rice Terace Tegallalang di ubud. Tempat parkir yang berada di seberang lokasi dengan akses jalan masuk yang kecil membuat kita sempat bingung mencari lokasi parkir. Untuk kita orang Indonesia sebenarnya tidak ada yang spesial dengan sawah berbeda dengan turis mancanegara yang tidak pernah melihat sawah. Bedanya di Pulau Bali sawahnya menganut sistem terasering, sehingga tampak apik bak undakan tangga yang diberi karpet hijau. Terasering di Bali pun dilengkapai dengan teknik pengairan yang biasa disebut subak. Akses menuju terace tegallalang sudah bagus dari pantai sanur, kita memilih menggunakan mobil sewa untuk mencapai lokasi tersebut.

Terace tegallalang sebenarnya cocok buat aktvitas anak-anak untuk lebih mengenal alam dan stimulasi perkembangan syaraf-syaraf di otak mereka. Beberapa buku perkembangan otak manusia yang saya baca sangat menyarankan agar anak kecil distimulasi perkembangan otaknya dengan memanfaatkan alam sekitar.

Pemandangan hamparan sawah memang sangat menyejukkan mata, apalagi kalo semalam habis turun hujan, tantangan lumpur semakin menambah keseruan beraktifitas di sini. Puas bermain di sini kami melanjutkan perjalanan ke desa Panglipuran.

Desa Panglipuran adalah desa adat yang terletak di Kabupaten Bangli dimana dekat dengan Kintamani atau gunung Batur. Udara di sekitar desa ini masih sejuk dan banyak pohon bambu ketika akan masuk desa ini. Desa ini menjadi unik dan terkenal hingga mancanegara dikarenakan masih menjaga keaslian nuansa Bali dan belum banyak mendapatkan pengaruh modern. Kemiripan dari tiap-tiap rumah terlihat pada pintu gerbang rumah, atap rumah dan dinding rumah menggunakan bambu, lebar pintu gerbang yang hanya muat untuk satu orang dewasa. Di masyarakat Bali pintu jenis ini di sebut angkul-angkul. Sekitar 40 % dari lahan desa adalah hutan bambu. Menebang pohon bambu di desa ini tidak boleh sembarangan tanpa ijin dari tokoh masyarakat setempat.


Budaya pengelompokan dari tata ruang desa sangat terlihat disini. Di bagian utara dan letaknya lebih tinggi dari rumah penduduk terdapat pura Desa yang disebut pura Penataran. Dibagian tengah desa yang letaknya di bawah pura, adalah zona tempat penduduk. Saat ini desa dihuni oleh 226 kepala keluarga dan untuk nafkah sehari-hari penduduk desa berprofesi sebagai petani, pengerajin anyaman bambu dan berternak. Zona yang terakhir atau yang ketiga disebut setra atau kuburan. Walaupun penduduk desa Penglipuran Bali memeluk agama Hindu tapi penduduk desa Penglipuran Bangli tidak mengenal upacara pembakaran mayat, jadi mayat langsung dikubur.
Tiba di desa Panglipuran kita sudah pukul 15.00 WITA, ditambah waktu mengelilingi desa dan cari makan halal maka keluar dari desa ini sudah kesorean jelang maghrib, rencana berlama-lama di hutan bambu yang berlokasi di dekat area parkir mobil pintu masuk untuk berfoto sembari menyusuri jalan kami batalkan karena pertimbangan membawa anak kecil. Bagi yang muslim apabila ingin sholat setahu saya tidak ada tempat sholat di sini, kita sholat ashar di pojok salah satu rumah makan halal yang kebetulan sedang sepi pengunjung.