Keliling Jepang dalam 10 Hari – Hari Ke enam (Menuju Tokyo dan Landmark Tokyo)

Setelah puas menjelajah kota-kota di sekitar Osaka (walaupun di dalam kota Osakanya kita tidak banyak menjelajah, insyaa allah di lain waktu dan kesempatan jika ada rejeki dan umur) mau tidak mau kita harus bergerak menuju Tokyo. Perjalanan kita yang memang dijadwalkan hanya 10 hari karena suami masih kerja kantoran (belum pengusaha..^_^ ) dan anak yang masih sekolah membuat kita tidak bisa berlama-lama meninggalkan rutinitas harian kita. Berangkat menggunakan Shinkansen jam 7 pagi dari Shin-Osaka membutuhkan waktu sekitar 3.5 jam untuk sampai Tokyo dengan jarak tempuh hampir 600 km (seperti Jakarta -Semarang).

Sepanjang perjalanan sebenarnya anak kedua yang berusia 2 tahun sedang demam dan batuk pilek, bahkan terkadang muntah. Kalau sudah muntah pandangan orang sekitar menjadi tidak enak, membuat kita merasa bersalah dan ingin rasanya segera masuk dalam karung untuk sembunyi…:)). Kalau sudah batuk dan sikecil seperti memperlihatkan tanda-tanda mau muntah saya segera cari plastik…buru-buru agar tidak muntah sembarangan. Perjalanan menggunakan Shinkansen ke Tokyo sangat nyaman, selain karena gerbong bersih, kursi penumpang terawat dan berpendingin. Tiba di tokyo pukul 10.30, sedangkan hotel baru bisa masuk pukul 15.00.

Hotel di Tokyo kita memilih di daerah kamata dekat dengan stasiun Kamata (jika ingin bepergian dalam jepang) dan stasiun keikyu kamata line (jika ingin ke bandara). Hotel ini menurut saya letaknya strategis dengan diapit 2 stasiun tersebut. Hanya saja jika malam tiba lingkungan di sekitar hotel agak kurang bersahabat dengan banyak laki-laki berdiri seperti menawarkan sesuatu di pinggiran jalan.

Kota Tokyo termasuk dalam megapolitan yang keruwetannya sebenarnya lebih ruwet daripada Jakarta. Pribadi sih saya lebih suka mengunjungi Osaka daripada Tokyo, ritme kehidupan di Osaka dan Tokyo juga terasa berbeda. Anehnya walaupun sama-sama Jepang, untuk antrian di eskalator di Osaka dan Jepang itu berlawanan, apabila di Osaka jika kita naik eskalator dan tidak ingin jalan cepat itu berada di sisi kanan maka di Tokyo berkebalikannya yaitu sebelah kiri. Semua bangunan-banguan enath itu rumah makan atau rumah warga di Tokyo sangat sempit sekali, jika di Osaka masih luas. Walaupun kotanya lebih besar daripada Jakarta, tetapi baik Tokyo maupun Osaka sama-sama bersih. Bukan karena banyak tempat sampah di mana-mana akan tetapi sepertinya karena kesadaran warganya akan kebersihan yang tinggi akan kebersihan. Buktinya saya susah menemukan tong sampah untuk membuah sampah makanan bungkus onigiri kami.

Singkatnya kita akhirnya menitipkan koper baju di resepsionis hotel, supaya segera bisa ke skytower. Rupanya penginapan di Tokyo ini dekat dengan masjid Kamata di Tokyo. Akhirnya kita menyempatkan mampir masjid ini untuk sholat sekaligus berharap ada restauran halal di sekitarnya yang bisa kita santap karena sudah mulai bosan dengan onigiri…hehehe. Harapan tinggal harapan, selesai sholat ternyata restaurant halal di sebelah masjid tutup dan entah kenapa di kemudian hari saya berkunjung ke sini lagi juga masih tutup. Saya tidak tahu apakah sudah permanen tutub atau sedang mudik penjualnya….^_^. Akhirnya kita menemukan lagi restaurant halal, milik turki yang lokasinya malah lebih dekat dengan hotel. Restoran Yalzid, secara rasa memang enak, pemiliknya juga orang Turki asli bisa jadi rasanya authentic Turki, tapi karena saya belum pernah ke Turki maka saya belum bisa menjamin keaslian authenticnya…hahaha. Untuk harga memang di atas rata-rata harga onigiri, tapi porsinya agak besar, jadi bisa diakalin berdua dengan anak.

Dari sini, segera kita ke stasiun dan meluncur ke sky tower. Turun di Stasiun Tokyo Skytree, kita langsung masuk ke Skytree town. Di situ akan banyak ditemukan berbagai merk buatan Jepang, seperti daisho, mainan, handycraft dan kue-kue. Saya yang kebetulan mengelola toko mainan dan crafts langsung studi banding mainan di sini, merk takara-tomy, hello kitty atau nano lego ada di sini. Begitu juga crafts kawaii yang lucu dan imut atau origami juga ada di sini. Walaupun dari turun stasiun sampai skytree towernya masih agak jauh, tetapi dengan melihat toko-toko souvenir ini jadi tidak terasa jauhnya…^_^. Semuanya ada 4 lantai, dan pintu masuk sky tower ada di lantai 4. Sebenarnya konsep tower-tower ini sama saja, kebetulan saya sudah pernah masuk di beberapa sky tower seperti di korea dan malaysia, konsepnya juga tak jauh beda. Naik lift sampai lantai atas di atas kita bisa melihat pemandangan seluruh kota. Lift Skytree tower berhenti di lantai 350, 345 dan 340). Ada biaya lebih yang harus dikeluarkan jika ingin mencapai titik tertinggi di skytree yaitu di ketinggian 451.2 meter atau biasa disebut dengan Sorakara Point. Sebenarnya tidak ada pengalaman yang unik berada di titik tersebut selain hanya selfie atau foto-foto biasa. Penyajian konsep berdiri di atas ketinggian macam tower seperti ini memang sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi tiap negara, wisatawan rata-rata tertarik untuk melihat dari atas pemandangan kota yang sedang mereka kunjungi. Walaupun filosofinya sama melihat pemandangan dari atas tower tetapi pengemasannya tiap negara berbeda, jika Jepang sudah bisa ditebak ada sentuhan teknologi untuk pengemasan atraksi apapun, perbandingan bentuk kota Jepang dahulu dan sekarang tampil apik di alat macam kiosk yang ada layar sentunya, untuk Korea kejutan sudah dimulai sejak di dalam lift, pada bagian atap kita akan di suguhi animasi bak di luar angkasa. Di Malaysia saya tidak ada kesan yang berarti selain ada restaurant 360 derajat yang lantainya bisa muter, jadi lokasi kursi bisa berpindah-pindah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *