Family Backpack : River Kwai Kanchanaburi Thailand

Setelah lelah menyusuri floating market di Kota Ratchaburi Thailand atau sekitar 100 km dari Bangkok yang bisa di tempuh dalam waktu 1.5 jam dikarenakan jalur menuju lokasi sebagian besar melewati jalan tol dan jalan non tol-ya juga lebar dan bagus, maka kita meneruskan perjalanan ke kota Kanchanaburi, lebih tepatnya ke jembatan di River Kwai. Dari floating market Damnoen Sanduak kita menempuh perjalanan sekitar sekitar 1.5 – 2 jam untuk sampai di Provinsi Kanchanaburi. Sepanjang perjalanan tidak banyak yang bisa kita nikmati, hanya rumah penduduk biasa dengan pemandangan yang biasa saja. Jalan luar kota lebar da bagus ditambah lagi gak banyak kendaraan jadi bisa meluncur kebut. Bagi umat muslim di sepanjang perjalanan ini juga kita akan susah menemukan restoran atau rumah makan halal dikarenakan umat muslim di daerah ini sangat sedikit. Kami pun akhirnya mencari toko mart yang ada (7-Eleven) untuk membeli makanan beku yang bisa di hangatkan dan pastinya yang ada logo “Halal”.  

Sungai Khwae Yai (atau River Kwai) adalah nama sungai yang diatasnya berdiri jembatan kereta api yang sudah tidak berfungsi (death railway) yang dahulu dibangun pada masa Perang Dunia II oleh tentara Jepang dengan memanfaatkan tenaga tawanan perang merea seperti tentara Inggris, Australia dan Kanada di mana nantinya rel ini akan menghubungkan negara Thailand dan Birma. Cerita tentang jembatan ini bisa diliat di filem genre perang “The Bridge On The River Kwai” produksi tahun 1957 (sumber: Wikipedia). Panjang rel kereta api ini sekitar 415 km dengan rincian 300 km berada di Negara Thailand dan 115 km sudah masuk ke negara Birma. Sejak tahun 1947 sebenarnya rel ini sudah ditutup oleh pemerintah setempat, akan tetapi untuk rel yang di sisi negara Thailand dibuka lagi untuk umum 10 tahun kemudian. Banyak korban jiwa tawanan perang ketika proyek ambisius ini dikerjakan. Ratusan ribu tawanan perang yang meninggal awalnya di makamkan begitu saja di sebelah kanan kiri rel, kemudian oleh Pemerintah Thailand dipindahkan dijadikan satu ke pemakaman khusus yang lokasinya tak jauh dari Jembatan Death Railway ini. Jembatan Death Railway saat ini sudah tidak mirip dengan aslinya dikarenakan faktor usia dan hal teknis lainnya, jembatan ini telah mengalami rehabilitasi dan pemugaran oleh Pemerintah Thailand.

Halal food di lokasi ini sangat sulit di cari, tapi kami menemukan satu warung yang menjual halal food dimana penjualnya adalah warga lokal Thailand yang berasal dari Suratthani yaitu daerah yang 5-6% warganya beragama muslim. Lokasi halal food ini tepat di antara tulisan Jewelry Market (kumpulan toko menjual batu2an) dan stasiun kereta River Kwai Bridge. Warung ini seperti penjaja kaki lima pada umumnya menjual sate ayam ala Thailand, nasi goreng dan beberapa menu lainnya.

Untuk tempat sholat, berdasarkan info dari penjual halal food itu, untuk daerah di sekitar Kanchanaburi sangat jarang. Informasi yang dia sampaikan bahwa ada masjid sunnah letaknya 2 km dari warung halal food tersebut. Akhirnya si penjual makanan tersebut ngobrol sama sopir kami menunjukkan arah ke mesjid tersebut. Lalu sopir tersebut membawa kami mencari masjid yang dimaksud untuk sholat jamak dhuhur dan ashar. Walaupun sempat tidak yakin karena arahnya ternyata masuk pelosok, sampai juga kami ke mesjid tersebut yang berdiri sendiri terpencil di tengah rumput liar. Tetapi setelah kami masuk ke halaman,  ternyata masjid tersebut terawat dan dihuni oleh penjaga masjid.

Untuk souvenir, sebenarnya Provinsi Kanchanaburi terkenal akan batu blue safir, dan di sekitar River Kwai ini banyak penjual batu permata (gem stone). Hanya sayangnya harga batu safir biru yang asli tidak ramah di kantong, untuk gelang blue safir yang saya taksir harganya sekitar 3 juta rupiah. Rasanya sayang sekali kalau uang 3 juta di belikan batu permata, mending buat nambah modal usaha, hahahaha.

Balik ke hotel di Bangkok menyusuri jalan arteri yang panjang dan terbilang sepi, tidak terasa jarak sekitar 100-an km hanya ditempuh dalam waktu 2 jam perjalanan. Memasuki kota Bangkok, sama kyk di Jakarta, lalu lintas macet untuk jalur yang mengarah keluar kota Bangkok. Kami meminta sopir untuk melewati Grand Palace sekedar untuk foto2 didepannya aja. Sampai di depan Palace, ternyata gak bisa berhenti karna dijaga Pak Pol, ya sudah foto2 gerbang dan puncak temple-nya aja yang keliatan dari luar. Selanjutnya, langsung menuju ke Hotel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *